Reksadana pasar uang terbaik menjadi pilihan investasi yang paling menarik di tahun ini. Ini seiring kondisi kenaikan laju inflasi tahun ini. Kenapa bisa demikian? Belakangan ini, masyarakat merasakan naiknya harga-harga barang dan jasa. Dari barang-barang dapur, makanan dan pakaian hingga alat transportasi. Semua naik harganya.
Dalam ekonomi, kenaikan harga barang dan jasa ini disebut dengan istilah inflasi. Belakangan ini semakin terasa kenaikan harga tersebut cukup tinggi. Simak saja dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada September 2022 tercatat sebesar 1,17%. Nah Sobat perlu tahu ya kalau angka ini merupakan rekor tertinggi sejak Desember 2014.
Sehingga, kalau dihitung sejak awal tahun ini laju inflasi hingga September 2022 sudah merangkak di level 4,84%. Bank Indonesia sendiri memperkirakan laju inflasi tahun ini bisa mencapai level 6,5%. Meski sebenarnya tetap dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi, tapi inflasi yang tinggi sangat ditakuti. Hal itu disebabkan inflasi tinggi membuat beban hidup kita semakin berat.
Apalagi, pendapatan kita tidak ikut naik. Artinya, hidup kita semakin jauh dari rasa sejahtera. Nah, apa sih yang menyebabkan kenaikan inflasi yang cukup tinggi? Hal ini lebih didorong oleh adanya kebijakan Pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi.
Seperti diketahui, pada awal September 2022 Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite dan Solar maupun BBM nonsubsidi seperti Pertamax. Ini dipicu oleh adanya perang Rusia – Ukraina.
Cara Terbaik Lawan Inflasi Tinggi
Dalam kondisi ekonomi sulit yang diwarnai kenaikan inflasi, ada beberapa cara yang wajib dilakukan. Berikut ini 5 tips jitu dan ampuh yang bisa dilakukan Sobat Cerdas untuk mengatasi inflasi.
-
Lebih berhemat, kurangi konsumsi
Kenaikan harga membuat barang dan jasa terasa semakin mahal. Bayangkan saja saat kita mengisi bensin motor! Bila sebelumnya untuk mengisi 5 liter jenis Pertalite hanya butuh Rp30 ribu, kini Sobat harus mengeluarkan kocek Rp50 ribu.
Mahalnya harga barang dan jasa membuat daya beli semakin berkurang. Karena itu, Sobat mau tidak mau harus mau lebih berhemat. Mengurangi belanja atan konsumsi barang yang bukan kebutuhan pokok. Untuk barang yang sifatnya keinginan, sebaiknya ditunda dulu.
Dalam kondisi ini, perlu pegang teguh “jangan sampai besar pasak daripada tiang” ya. Sobat sebaiknya meninjau ulang pos-pos pengeluaran yang tidak dibutuhkan. Dengan hidup hemat, Sobat nantinya bisa menggunakan uang untuk memenuhi kewajiban dulu. Lebih penting lagi, Sobat tidak akan terjerat pada jebakan utang.
-
Menghindari utang
Dalam kondisi ekonomi yang diwarnai inflasi tinggi, Sobat sebaiknya menghindari utang. Khususnya lagi utang yang sifatnya konsumtif.
Sekali bisa berhutang, dikhawatirkan Sobat akan menjadi terbiasa berhutang. Nah, kalau berhutang menjadi kebiasaan, siap-siap saja Sobat akan masuk pada perangkap “gali lubang tutup lubang”. Apalagi beban bunga hutang akan terus bertambah berat. Ini disebabkan inflasi tinggi akan mendorong bank sentral menaikkan suku bunga acuannya dan akan diikuti bank kenaikan suku bunga kredit bank.
-
Menambah penghasilan
Cara pertama dan kedua di atas dilakukan agar Sobat bisa bertahan dan aman dari kondisi tekanan inflasi tinggi. Namun di sini ada unsur pengorbanan yaitu turunnya daya beli.
Bila ingin selamat dari tekanan tersebut dan tetap punya daya beli yang kuat, Sobat perlu mengupayakan punya penghasilan tambahan. Maksudnya adalah penghasilan di luar gaji bulanan. Dalam era dunia digital, punya penghasilan tambahan sangat dimungkinkan lho. Sobat bisa melakukan jualan online, menjadi freelancer dan lainnya.
Tentu saja, harus diingat ya punya penghasilan tambahan bukan berarti menambah gaya hidup. Justru, uang dari penghasilan tambahan bisa dipakai buat berjaga-jaga alias dana darurat, untuk ditabung ataupun diinvestasikan.
-
Berinvestasi
Banyak orang berpikir bahwa berinvestasi bukan merupakan sesuatu yang prioritas di saat kondisi inflasi tinggi. “Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja nggak cukup, kenapa harus dipakai buat investasi?”
Bila dilihat secara sepintas, ungkapan itu tidak salah. Tetapi buat Sobat Cerdas, investasi justru memberikan peluang yang ampuh untuk menghadapi tekanan inflasi tinggi. Ingat ya, di balik setiap kondisi krisis (inflasi tinggi) pasti tetap ada peluang. Ini mengingat kondisi inflasi tinggi menjadi momentum untuk mendapatkan cuan atau keuntungan yang lebih optimal.
Sehingga, investasi ini juga bisa memberikan penghasilan tambahan. Dalam bahasa ekonomi, investasi ini sering disebut sebagai passive income. Investasi ini memiliki beragam jenisnya. Di sektor riil bisa berupa investasi tanah, rumah hingga emas. Di sektor keuangan, Sobat bisa berinvestasi di pasar saham, obligasi dan reksadana.
Investasi Reksadana
Nah, pertanyaannya adalah investasi apa yang cocok di tengah kondisi tekanan inflasi tinggi? Sebenarnya, jawabannya sangat bergantung pada tingkat profil risiko masing-masing.
Bila Sobat termasuk orang yang tidak berani ambil risiko, investasi yang paling pas adalah jenis investasi yang minim risiko. Misalnya menabung deposito, reksadana pasar uang maupun reksadana pendapatan tetap. Bila bertipe orang yang suka risiko (risk taker), Sobat bisa investasi di instrumen saham.
Di sini, berlaku prinsip “High Risk High Return, Low Risk Low Return”. Semakin besar risiko, semakin besar tingkat keuntungannya. Tapi, pada umumnya instrumen investaqsi ini memiliki imbal hasil lebih tinggi dibanding inflasi.
Tapi daripada Sobat yang masih minim pengetahuan, Sobat sebaiknya bisa memilih investasi reksadana. Mengapa? Ini disebabkan investasi reksadana dikelola oleh perusahaan manajer investasi yang sudah profesional mengelola reksadana.
Selanjutnya, investasi reksadana memiliki banyak jenis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan profil risiko Sobat. Ada reksadana saham, reksadana pendapatan tetap, reksadana pasar uang dan reksadana campuran. Masing-masing memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda.
Kinerja Reksadana Pasar Uang
Buat Sobat yang tidak suka risiko tetapi ingin keuntungan tetap optimal, sebaiknya dimulai berinvestasi reksadana pasar uang. Reksadana pasar uang adalah reksadana yang menempatkan dananya di instrumen deposito.
Baca Juga :Keuntungan Investasi di Reksadana Pasar Uang
Apalagi, kinerja reksadana pasar uang saat ini terlihat paling moncer. Lihat saja laporan dari Infovesta Utama. Disebutkan bahwa hingga akhir September, reksadana pasar uang mencetak tingkat imbal hasil atau return (year to date) sebesar 1,90%.
Kinerja tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan reksadana jenis lainnya. Misalnya pada periode yang sama reksadana saham tercatat tingkat return sebesar 0,95%. Malahan, reksadana pendapatan tetap mencatat tingkat return yang minus sebesar 0,79%.
Makanya, Sobat sebaiknya memilih produk reksadana pasar uang sebagai pilihan investasi tahun ini. Karena selain terbukti memiliki risiko sangat rendah, tetapi tetap mampu memberikan cuan yang optimal.
Hanya saja, banyak produk reksadana pasar uang yang ditawarkan. Ini justru bisa membuat Sobat bingung berinvestasi dan pusing memilih produknya.
Nah, agar Sobat nggak bingung pilih produk reksadananya, bisa cek aja produk reksadana pasar uang di PNM Sijago. Salah satu produk pilihannya adalah PNM Dana Tunai.
Selain aman dari risiko, reksadana PNM Dana Tunai mampu memberikan kinerja cuan yang cukup menggiurkan. Per September 2022 saja, tingkat return produk ini mencapai 2,12% (ytd) dan secara tahunan (year on year) sebesar 2,85%.
Kinerja imbal hasil PNM Dana Tunai ini lebih tinggi dibanding produk sejenis lainnya. Ini tercermin dari Infovesta Money Market Fund Index mencapai 1,90% (ytd) dan sebesar 2,6% (yoy).
Jadi, Sobat tunggu apa lagi? Yuk, mulai investasi reksadana pilihan terbaik tahun ini di PNM Sijago!