Artikel

Risk & Return Investasi Reksa Dana

Survey Kepuasan Pelanggan PNM Investment Management dalam dua tahun terakhir menunjukkan, bahwa nasabah memandang return (imbal hasil) yang tinggi adalah penting-sangat penting; sedangkan volatilitas (risk,risiko) yang rendah relatif kurang penting.

“Kami menuntut imbal hasil yang tinggi; kami tidak perduli betapapun tinggi risikonya”.  Dengan bahasa yang lebih moderat, nasabah menyadari bahwa untuk mencapaireturn yang tinggi, ia bersedia menerima risiko yang tinggi pula.  Suatu kesadaran yang cukup melegakan bagi pengelola investasi, ketimbang tuntutan return tinggi dengan risiko rendah.

Pemahaman dan kesadaran akan hubungan return dan risiko adalah penting dan mendasar bagi nasabah (investor).  Investor cerdas bisa melakukannya sendiri, menghitung dan mengambil sikap sejauh mana risiko bisa ditoleransi. High risk – high return.

Perbedaannya barangkali terletak pada prioritasnya; prioritas waktu, pengalaman berinvestasi, kondisi keuangan, bakat, selera, dan lain sebagainya. Itu semua tertuang substansinya dalam kuisioner KYC (know your customer) setiap MI ketika seseorang membuka rekening reksa dana.  Parameter risk dan returnadalah hal standar dan relatif mudah dipahami, tidak seperti menyikapi risiko investasi (risk appetite) yang dapat berbeda-beda bagi setiap orang.

Ibarat kita menghitung berapa kali keterlambatan datang di kantor atau di kampus, dan berapa kali keterlambatan tiba di rumah atau asrama dalam satu bulan, tiga bulan, atau satu tahun; itulah makna risk.  Karena, setiap keterlambatan pasti ada konsekuensinya, baik berupa tindakan sanksi maupun hilangnya kesempatan.  Kita bisa mengatakan, rata-rata perjalanan sekitar satu jam, atau 45 menit, atau bahkan 2 jam bergantung pada moda transportasinya; itulah makna return.  Jadi, return berasosiasi dengan makna nilai rata-rata, kemungkinan besar (likelihood), atau nilai harapan (expected value) dalam periode tertentu.  Sementara riskadalah simpangan dari nilai rata-ratanya; dalam statistika sering mengacu pada ukuran standar deviasi.  Ada pengalaman dan data historis di dalamnya, meskipun data historis tidak menjamin akan berulang pada masa datang dalam berinvestasi.

Misalnya, ada sebuah rilis menyatakan bahwa return investasi di reksa dana pasar uang sekitar 6,00% per tahun dalam tiga tahun terakhir, dengan standar deviasi sekitar 0,25%.  Kita bisa mengatakan, nilai harapan return sebesar 5,75%-6,25% per tahun dengan probabilitas kejadiannya sekitar 68% (asumsi distribusi normal, silakan cek di Tabel-Z).  Kita akan menghadapi risiko return di bawah 5,75% dengan probabilitas sekitar 16%, sama halnya dengan kemungkinan mendapatkan return di atas 6,25% per tahun.

Namun demikian, risk appetite atau risiko yang bisa ditoleransi, misalnya dalam kebijakan manajemen atau komitmen pribadi, biasanya mengacu pada rentang nilai harapan dengan satu standar deviasi.  Dalam praktik umum (best practice) risiko Value at Risk (VaR) dalam kegiatan trading di dealing roomditoleransi hingga tiga standar devisasi.  Ini bisa diartikan toleransi penyimpangan-kerugian dari kegiatan trading yang sangat kecil hingga probabilitas kejadiannya maksimal sekitar 0,14% per tahun.  Lebih besar dari itu, maka aparat di area kerja tersebut akan dikenakan semacam penalty dari manajemen.

Sekarang mari kita berangkat dari data aktual dan mensimulasikannya, bagaimana profil risiko setiap jenis reksa dana.  Sebagai pendekatan, kita akan menggunakan indeks reksa dana dari Infovesta untuk periode data April-September 2020 (mudah-mudahan bisa menangkap dampak Covid-19).  Data yang kita gunakan adalah return NAB (nilai aktiva bersih) tahunan-bergerak (moving-return) sepanjang periode pengamatan, dan dengan mengesampingkan return dalam bentuk dividen.  Data moving-return tahunan secara harian akan membuat data kita bersifat acak dan terhindar dari efek heteroskedasticity.  Return harian adalah selisih NAB saat ini dengan NAB 250 hari bursa sebelumnya (asumsi setahun ada 250-hari bursa) dibagi dengan NAB 250 hari bursa sebelumnya.

Analisis sederhana di atas menunjukkan, RD Saham paling terpukul kinerjanya sepanjang April-September, baik yang konvensional maupun syariah.  Return rata-rata tahunan keduanya paling rendah, bahkan negatif, dengan volatilitas paling tinggi dibanding jenis RD lainnya.  Sebaliknya, RD Fixed Income membukukan return rata-rata tahunan yang paling tinggi, dan dengan volatilitas yang relatif rendah.

Bagaimana pilihan Anda, sobat cerdas?

Tidak ada rumusan absolut, produk RD apa yang paling baik buat setiap orang.  Semua bergantung kepada risk appetite, horison investasi, kemampuan keuangan, pengalaman, dan fitur-fitur layanan dalam setiap produk RD.  Namun, kami bisa memberikan pandangan.  Ketika pasar keuangan dan perekonomian mengalami pelemahan secara umum, dan kita berjaga-jaga dari kebutuhan keuangan jangka pendek, maka RD Fixed Income dan RD Pasar Uang patut menjadi pilihan utama.

Bagi Anda yang gemar menantang risiko dan memiliki horison investasi jangka panjang, maka awal Oktober adalah momentum untuk meningkatkan porsi investasi pada RD Saham dan RD Campuran.  Lihatlah grafik berikut ini; tren return meningkat, sementara volatilitasnya menurun menuju akhir September 2020.  Kita juga menyaksikan kanaikan pasar keuangan dalam dua bulan terakhir hingga pertengahan Desember ini.  Peningkatan return RD Saham biasanya melebihi yang dialami RD lainnya, karena refleksi dari harapan pemulihan ekonomi yang dapat menggerakkan kembali sektor-sektor konsumsi, investasi, produksi, dan perdagangan.

Tren Return Tahunan Indeks Reksa Dana Infovesta

Nah, menarik, bukan?  Parameter risk & return bukan saja menjadi penting dan vital dalam berinvestasi, namun juga merupakan besaran yang terus berubah sesuai fluktuasi ekonomi.  Kita sudah mempelajari dasar-dasar pemahamannya; masih banyak indikator risk & return yang bisa kita diskusikan di kemudian hari.  Percayalah, semuanya bertolak dari pemahaman seperti di atas dalam kerangka pengelolaan aset tunggal.  Kita akan diskusikan terkait risk & return aset portofolio nanti.  Tetap berinvestasi !

***

Ditulis oleh

Usman Hidayat

Kepala Riset dan Penasihat Investasi PNM Investment Management